Minggu, 29 Juli 2018

Losing the red string (end)


PART 4

Hari-hari kulalui dengan sangat berat. Aku mencoba menyibukkan diri dengan persiapan wawancara beasiswa selanjutnya mengerjakan tesis. 

Semua fokus perhatian kualihkan pada dua hal tersebut.

Aku mati-matian menghindari Kak Darius dan seperti biasa Kak Darius sama sekali tidak merasa aneh dengan sikapku yang mendadak dingin. Mungkin karena dia tidak pernah memiliki perasaan kepadaku sehingga tidak menanyakan lebih lanjut.

Enam bulan kemudian aku jujur pada Tante Dyah jika aku ingin membatalkan pertunangan. Awalnya Tante Dyah tidak mau menerima keputusanku tapi setelah kujelaskan jika aku memilih melanjutkan studi dan menyadari tidak ada itikad Kak Darius untuk meneruskan hubungan, akhirnya dengan berat hati Tante Dyah mau menerimanya.

Aku menarik napas dalam kemudian memasuki sebuah restoran di Grand Indonesia. Hari ini aku sudah membuat keputusan. Keputusan akan masa depanku. Dua orang yang duduk di depanku itu tampak terkejut ketika aku mengundang mereka makan siang dalam waktu yang bersamaan. Mereka menatapku penuh curiga. Tersirat ketakutakan dan kecemasan dalam wajah kedua orang itu.

Aku menatap mereka berdua dalam waktu yang lama dan dalam diam, tanpa keluar satu patah kata pun. Aku membeku di tempat seperti seekor elang yang mengamati mangsanya.

"Rika, sebenarnya ada apa ini?" tanya Kak Erina hati-hati.

Aku mendesah napas, "Aku memutuskan untuk melanjutkan studiku."

"Studi?" Kak Darius menatapku bingung.

"Apa ini semua salahku?" tanya Kak Erin dengan wajah bersalah—tanpa basa-basi seperti biasanya. "Kamu sudah mengetahui hubungan kami?" Kak Darius menambahkan dengan wajah terkejut.

Aku mengangguk pelan. "Aku sudah berpikir lama. Aku sudah tidak bisa lagi menggoyahkan hubungan Kak Darius dan Kak Erina meski aku sudah berusaha keras. Aku pun memutuskan apply program beasiswa dan akhirnya diterima."

"Rika, hubunganku dengan Darius tidak seperti apa yang ada di pikiranmu!"

"Memangnya Kakak mengerti apa yang kupikirkan?" tanyaku lalu terkekeh pelan meskipun tidak ada yang lucu. "Mungkin mudah bagi Kak Erina menjalin hubungan dengan pria mana pun tetapi aku tidak. Aku tidak tahu apakah perasaan Kak Erina pada Kak Darius itu serius atau hanya perasaan sesaat karena Kak Erina selalu..." 

Aku menghentikan kalimatku di udara. Tidak perlu menjelaskan jika Kak Erina sejak dulu selalu mendekati pria yang diam-diam kusukai. Sampai saat ini aku tidak mengerti apa motifnya.

"Aku sudah tidak apa-apa lagi karena ada hal yang lebih penting daripada sekedar asmara." Aku pun bangkit dari tempat dudukku kemudian pergi meninggalkan kedua orang itu.

Cintaku pun berakhir di sini. He is not the right man. Benang merah takdir kami tidak pernah terikat dan aku salah dalam mengenalinya.

Aku berjalan sambil menggigit bibir, menahan air mata yang hendak berjatuhan. Kakiku terus melangkah hingga tubuhku terhuyung ke belakang ketika seseorang menabrakku.

Air mataku semakin mengalir deras, bukan karena rasa sakit karena terjatuh melainkan sudah tidak bisa lagi menahan rasa sesak itu.

"Ah... I'm sorry." Suara berat seorang pria meminta maaf dengan nada panik dan aku masih dalam posisi yang sama. "A—apa kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan logat orang asing sambil mengulurkan tangan.

Aku mendongak dan menemukan manik biru seluas samudra dalam matanya. Seperti terhipnotis, seperti mengalami dilatasi waktu di mana beberapa detik itu terasa begitu lama. Sementara kulihat pria itu juga sama terkejutnya dengan diriku. Dia menatapku lama.

Aku mengusap air mataku kasar lalu menerima uluran tangannya dan bangkit. "A—aku tidak apa-apa," ucapku dengan suara serak dan tidak berani menatap wajahnya.

Aku terlalu malu setelah dia mendapatiku menangis histeris hanya karena sebuah tabrakan. Pria itu tidak berkomentar dan masih bergeming di tempatnya seperti sebuah patung. Aku pun melarikan diri dan memutuskan untuk pergi.

Usahaku gagal. Tangan pria itu tiba-tiba menarikku dari belakang dan memaksaku menatapnya.

"Are you Erika?"

Aku mengerjap-ngerjapkan mata sambil berpikir siapa gerangan pria asing ini. Aku tidak pernah mengingat pernah mengenal pria asing yang bertubuh jangkung ini.

"Saya Lukas. Kita bertemu di international conference Bangkok tahun lalu."

Aku mengangguk dengan wajah bingung. Kenapa pria yang fasih menggunakan bahasa Indonesia itu mengingat namaku dalam waktu yang lama walaupun aku tidak pernah berkenalan dengannya secara khusus dan bertemu sekali.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya, membuyarkan lamunanku.

Aku kembali mengangguk dan dia membalasku dengan senyum secerah mentari musim panas yang silau dan menyengat. "Ka—kalau tidak keberatan, sebagai permintaan maaf karena menabrakmu, bagaimana kalau aku mentraktirmu minum kopi di kafe sebelah?"

End.

***
Bagainana pendapat kamu mengenai cerita ini?


Link for cerita lengkap:


#pernikahan #perjodohan #cerita #cerpen #romance #mahasiswa #Googleplay #ebook #bukudigital #bukuelektronik #novel #novelindonesia #novelmurah #novelromance #sad #sedih #dotinglover #cinta


Sabtu, 28 Juli 2018

Let me have your baby (03)


Part 3


Helena Trevis sedang membaca berita melalui iPad putih saat ketukan itu terdengar. Seulas senyum langsung mengembang ketika wanita bersetelan hitam dengan rambut panjang tersanggul itu memasuki kamar inapnya.
"Wah, tidak kusangka kau menjenguk nenek tua ini," ucap Helena sembari tersenyum dan meletakkan iPad di meja.
"Maaf, saya terlambat mengetahui keadaan Anda," gumam wanita berpenampilan konservatif itu dengan nada bersalah.
"Tidak ada kata terlambat, Elektra. Aku kelelahan setelah perjalanan panjang dari New York dan Tokyo. Dokter terlalu melebih-lebihkan keadaanku." Helena melihat Elektra meletakkan buket krisan putih di vas yang masih kosong lalu duduk di kursi dengan wajah tertunduk lesu.
"Kenapa kau terlihat lebih buruk dari keadaanku, Elektra?" tanya Helena lalu menginterupsi Elektra yang hendak bersuara. "Kumohon hentikan sikap formal menyebalkanmu itu. Tak siapa selain kita di sini!"
Elektra Hartono menghela napas panjang. Tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya dari wanita yang sudah dianggapnya ibu, sekaligus mentor bisnisnya tersebut.
"Kau bisa berbagi cerita denganku seperti biasa. Setidaknya aku memiliki pengalaman hidup lebih dulu daripadamu. Jadi, aku mungkin bisa memberikan satu atau dua pendapat yang dapat kaujadikan bahan pertimbangan."
Elektra tenggelam dalam pikirannya sebelum akhirnya menghirup napas dalam. "Apakah saya bisa mendiskusikan sesuatu yang bersifat personal?" tanyanya ragu.
Helena mengangguk pelan. Elektra mengeluarkan pertanyaannya dalam satu tarikan napas. "Maaf jika pertanyaan saya lancang tapi... apakah Anda menyesali hidup dengan kesendirian tanpa pernikahan dan anak?"
Wajah Helena yang tadinya tenang dan penuh kesabaran berubah tegang. Rahangnya terkatup rapat dengan mata menyipit. Elektra memejamkan mata, mengendalikan kepanikan yang menyerangnya. Ia menyesal mempertanyakan kehidupan pribadi Helena yang penuh misteri.
"Apakah pertanyaanmu ini berkaitan dengan masalahmu?" Pertanyaan Helena itu menyeret Elektra ke alam fana. Ia mendongak lalu menemukan sosok Helena yang tenang dan sabar.
Elektra mengangguk kecil. "Dokter mendiagnosa saya menderita primary ovarian insuffiency, sejenis menopause dini."
"Bukankah umurmu belum mencapai kepala tiga?"
"Usia saya dua puluh sembilan tahun namun dokter mengatakan penderita POI memang berada di usia kurang dari empat puluh tahun. Penyebab penyakit ini juga belum jelas selain berkaitan dengan genetika," terang Elektra gugup.
"Jadi itu sebabnya kau bertanya apa aku menyesal hidup sendiri tanpa pernikahan dan anak?"
Elektra mengangguk canggung. Helena terdiam lalu memandang jauh ke jendela walau fokusnya tidak di tempat itu. Pikirannya mengembara ke masa lalu yang terkunci rapat dalam kotak pandora hidupnya. "Aku memutuskan tidak menikah bukan karena aku tak ingin. Aku memimpikan keluarga sama seperti wanita lain, membesarkan anak-anak dan hidup bersama suami hingga maut memisahkan. Namun satu-satunya pria yang kuharap mengantarku meraih mimpi itu tiada sebelum waktunya."
Elektra merasa tertampar mendengar ucapan Helena. Dugaannya salah besar! Helena berbeda dengan dirinya yang tergila-gila dengan pekerjaan dan kesuksesan. Persepsi Elektra seolah berubah. Wanita berhati baja dan bertangan besi itu kini menjelma menjadi wanita biasa pada umumnya, menjalani hari-harinya dengan penuh perjuangan dan pengorbanan.
"Apa Anda menyesal?"
Helena menggeleng, senyumannya tidak sampai ke matanya. "Kalau kau bertanya apa aku menyesal tidak membangun keluarga lain, jawabannya tidak. Aku tidak menyesali kesetiaan bodohku. Yang kusesali adalah kenapa aku tidak lebih keras memperjuangkan hubungan kami." Helena terdiam sejenak, mengendalikan pertahanan dirinya yang mulai runtuh. Matanya sudah berkaca-kaca, bahkan suaranya menjadi serak. Untuk menutupi emosi yang meremuk redamkan perasaannya ia mengalihkan topik pembicaraan. "Apakah kau belum pernah jatuh cinta?"
Elektra menjawabnya dengan gelengan kepala pelan, lalu terdiam seperti menggali ingatan terdalamnya sebelum semburat merah memenuhi wajahnya. Helena tertawa. "Berarti kau memang pernah jatuh cinta sebelumnya."
Wajah Elektra semakin memerah. "Elektra, aku selalu menganggapmu cucuku sendiri. Selama ini aku berpikir kau dan bisnismu seperti anak kecil dan mainannya. Fokusmu di satu titik tanpa pernah melihat dunia dari sisi yang berbeda. Sebagai wanita yang tidak pernah menikah dan memiliki anak, aku tidak ingin kau mengalami nasib yang sama denganku. Aku berharap kaupunya keluarga, memiliki anak dan suami yang membuatmu tidak merasa kesepian. Seseorang yang mendampingimu di saat kau bahagia dan sedih, atau sehat dan sakit."
Elektra menangkap makna tersirat dalam ucapan Helena. "Apa kedua keponakan Anda tidak pernah—"
"Bibi, apa maksudmu memasukkan Rafael sebagai kandidat CEO!" seru pria bersetelan hitam yang tiba-tiba menerobos pintu dengan wajah kesal.

****


PART 2 << TABLE OF CONTENTS >> PART 4

Download lengkap cerita ini di googlePLAY

https://play.google.com/store/books/details?id=drJVDwAAQBAJ



#cerita #romance #novel #noveldigital #kisahcinta #novelindonesia #bukudigital #bukanbajakan #wattpad #wattpadindonesia #wattpadrekomendasi #story #love #novelmurah #novelmurahindonesia #pernikahan #pertunangan #bunuhdiri #cintasejati #drama #18+ #kisahcintaindonesia #pertunangan #roman

Jumat, 27 Juli 2018

Losing the red string (03)


PART 3


"Erika, apa kamu sudah menyiapkan dokumen untuk studi lanjut?" tanya Pak Budianto, dosen pembimbingkumulai dari strata satu, saat aku hendak beranjak dari kursi setelah bimbingan tesis.

"Er... Iya, pak. Saya sudah menyiapkan IELTS, proposal penelitian dan motivation letter," jawabku sembari tersenyum.

"Bapak harap kamu sukses di wawancara minggu depan sehingga setelah lulus kamu bisa langsung melanjutkan studi," kata Pak Budianto penuh harap diiringi tersenyum kecil karena tidak banyak anak bimbingnya yang bersedia melanjutkan studi di usia yang relatif muda.

Tiba-tiba ponsel Pak Budianto berdering, "Maaf, tunggu sebentar."

Aku mengangguk karena Pak Budianto seperti ingin mengatakan sesuatu padaku.
"Apa? Kecelakaan?!" Suara Pak Budianto terdengar panik.

"..."

"Baik... Ok." Pak Budianto menutup ponselnya dan mendesah napas lalu berkata, "Anak saya kecelakaan, sekarang masih dalam penanganan."

"Anak Bapak yang kecil itu? Dik Raka?" Pak Budianto mengangguk pelan, "Erika, apa kamu bisa membantu saya?"

"Membantu apa, Pak?"

"Jadi, hari ini ada dosen tamu untuk anak S1, seharusnya saya yang bertugas menjemputnya."

"Baik, Pak. Bapak nggak usah cemas. Nanti saya dan Nathaniel yang menjemput dosen tamu itu. Sekarang Bapak ke rumah sakit Dik Raka saja."

Pak Budianto mengangguk setuju. Aku dan Nathaniel—mahasiswa S1 yang juga dibimbing Pak Budianto—pun menuju hotel dosen tamu itu menginap. Ketika aku menunggu di lobi bersama Nathaniel, ekor mataku menangkap sosk dua orang yang sangat familier.

Kak Darius dan Kak Erina berjajan beriringan. Tangan Kak Darius memeluk pinggang Kak Erina dengan posesif dan mesra selayaknya sepasang kekasih. Kemudian aku membalikkan badan dan menyembunyikan diri sambil menahan air mata.

Aku menggigit bibir yang mulai bergetar dan masih belum dapat percaya sepenuhnya kalau diam-diam mereka mempermainkanku. Bagaimana mungkin kakak kandungku berhubungan dengan tunanganku di belakangku?

Dari apa yang kulihat hubungan mereka sudah melampaui batas. Aku bukan gadis kemarin sore yang tidak tahu apa yang mereka lakukan di dalam kamar hotel.

Air mataku pun mengalir deras. Bagaimana mungkin mereka tega melakukan hal itu kepadaku? Kenapa mereka tidak jujur kepadaku kalau mereka berhubungan dan saling menyukai?
***

Next update tanggal 29 Juli 2018



Link for cerita lengkap:

https://play.google.com/store/books/details?id=AedlDwAAQBAJ

#pernikahan #perjodohan #cerita #cerpen #romance #mahasiswa #Googleplay #ebook #bukudigital #bukuelektronik #novel #novelindonesia #novelmurah #novelromance #sad #sedih #dotinglover #cinta

Rabu, 25 Juli 2018

Let me have your baby (02)

PART 2



Emosi Mikael Trevis belum mendingin, masih panas seperti bara gunung vulkanik yang baru meletus. Ia mengepalkan tangan, menahan luapan kemarahan yang membuncah walau kepalanya sibuk mencari cara menggagalkan Rafael menjadi CEO di Sun Semen, produsen semen dan bahan bangunan yang menjadi induk perusahaan Sun Holding Group.

Mikael lalu menyandarkan tubuh ke tempat duduk, menutup mata, menghirup dan membuang napas pelan. Pasokan oksigen segera memenuhi kapiler darah di kepalanya. Neuron-neuron yang sudah menerima asupan menjalankan fungsinya. Relaksasi sederhana ini seringkali berhasil menekan emosinya.

Mikael menghela napas panjang. Bibinya kerap menghambat karirnya tapi sutradara di balik layar yang menghancurkannya, bukanlah bibinya, melainkan ayahnya. Ya, ayah kandungnya walau darah Trevis mengalir dalam nadinya. Sikap ayahnya lebih kejam dari binatang yang menyayangi darah dagingnya. Mungkin ayahnya beranggapan putra kandungnya Rafael, sementara dirinya seperti tumor ganas—yang ingin segera ayahnya singkirkan.

Mikael mengenang. Hanya dua kali dalam setahun ia menemui ayahnya. Saat ulang tahun kakek dan bibinya. Sebagai anak kecil, ia sangat menantikan dua momen itu. Melebihi penantian pesta ulang tahunnya sendiri. 

Malangnya, seiring bertambahnya usia, dua momen itu berubah menjadi kutukan mematikan. Serpihan-serpihan ingatan masa kecilnya itu kemudian menyatu, berputar di kepalanya.

Anak lelaki berusia lima atau enam tahunan dengan malu-malu mendekati pria yang sedang menyandarkan ggungnya ke dinding. Wajahnya tampak bosan dengan tatapan kosong, seolah tidak bisa membaur dengan lingkungannya.

Bocah berkostum batman itu lalu terdiam. Ia bingung bagaimana menyapa pria itu. Tidak tahu bagaimana cara memanggilnya, tidak bisa memutuskan di antara dua pilihan, Ayah ataukah Papa walau kebanyakan teman-temannya memanggil ayah mereka panggilan Papa. Namun, beberapa temannya juga memanggil ayah mereka dengan Daddy atau Tata. Semua pilihan itu membuatnya semakin pening.

“Uhm...,” gumam anak lelaki sambil menarik-narik celana pria itu agar perhatian ayahnya tertuju padanya. Benar saja ayahnya terkejut walau sebentar. Ekspresi dingin itu terlukis di wajah tampan ayahnya.

“Uhm... terima kasih. Terima kasih Ayah memberiku banyak mainan dan buku buku. Aku sangat suka memainkan mobil merah dan menggunakan buku bersampul Batman untuk belajar,” ucapnya, tersenyum bangga.

Mikael yang polos menyangka ayahnya senang jika ia giat belajar karena ibunya pernah mengatakan anak baik adalah anak yang suka belajar. Mikael menyimpulkan, ayahnya pasti memujinya. Jika ayahnya tahu ia menjadi anak baik, ayahnya pasti segera pulang ke rumahnya, seperti ayah teman-temannya yang tinggal di rumah bersama ibu mereka.

“Aku tidak tidak pernah memberimu mainan atau buku,” gumam ayahnya pendek.

 Mikael terdiam beberapa saat karena terkejut tetapi ia tersenyum karena mengingat sesuatu. “Nama... namaku Mikael,” katanya memperkenalkan diri.

Mikael kecil menduga ayahnya lupa akan dirinya. Bukankah bibinya sering mengatakan pertumbuhannya sangat cepat. Bahkan Mikael menjadi anak tertinggi di kelasnya.

“Aku tahu namamu, Mikael.”

Mikael kecil tersenyum lebar saat ayahnya memanggil namanya. Ia sangat bahagia, ayahnya tidak melupakannya. Ayahnya mengenalinya.

“Aku bisa membaca dan berhitung karena aku belajar buku pemberian Ayah,” ucap Mikael, memamerkan kemampuannya. Mikael yakin ia cukup pintar di sekolah karena tidak banyak teman-temannya yang bisa membaca sekaligus berhitung. Bahkan, Bu guru di sekolah sering memuji kecerdasannya.

“Ayah!” pekik anak lelaki berkostum superman, setengah berteriak.

Mikael syok mendengar anak lelaki sepantarannya memanggil ayahnya Ayah. Terlebih saat anak itu menghampiri ayahnya, seulas senyum langsung terukir di wajah ayahnya. Ekspresi dingin dan menakutkan itu menghilang, lenyap tak berbekas.

“Siapa dia, Ayah?” tanya anak kecil itu mendapati wajahnya cukup mirip dengannya.

“Bukan siapa-siapa,” gumam ayahnya pendek menggenggam tangan anak kecil berkostum superman itu.

Saat hendak berbalik pergi, Mikael menarik tangan anak kecil itu sekuat tenaga hingga bocah malang itu terjungkal. Mikael merasa bersalah saat anak kecil tersebut menangis, meraung-raung dengan suara memekakkan telinga. Saat ia hendak meminta maaf, Mikael melihat kilatan dalam wajah ayahnya yang menatapnya tajam.

Ayahnya marah dan terlihat sangat menakutkan. Mikael mundur beberapa langkah. Ia tidak pernah mendapati tatapan mengancam dan penuh kebencian seperti itu. Ayahnya lebih menakutkan daripada monster-monster musuh batman.

Tubuhnya gemetar, rasa takut merayap tapi Mikael berusaha menguatkan hatinya. Sebagai lelaki, ia tidak boleh ketakutan. Terlebih, ia tidak boleh mempermalukan kostum pahlawan yang dipakainya. Ia tidak boleh menjadi anak cengeng!

Mikael kecil mengepalkan tangan,mengumpulkan sisa-sisa keberanian. “Kau ayahku, aku tahu kau memberiku mainan buku!” teriak Mikael dengan suara lantang.

 “Seingatku, aku mempunyai satu anak dan nama anak Rafael. Bukan Mikael,” ucapnya dingin lalu menggendong anak kecil yang menangis histeris tersebut. Ayahnya lalu beranjak pergi dan mengabaikan dirinya. Tidak memedulikan dirinya.

Mikael syok tetapi kesedihan jauh mendominasi. Ada nyeri yang menyengat dadanya hingga tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Mikael kecil lalu mengusap kasar air mata yang membanjiri kelopak matanya. Rasa rindu, putus asa dan marah karena terabaikan, membuatnya berteriak kencang, lebih keras. Sangat keras. “Aku anak ayah! AKU ANAK AYAAH!!!”

 Ayahnya terdiam sejenak lalu berbalik. Seulas senyum mengembang di wajah sendu Mikael. Ia bersuka cita. Akhirnya, ayahnya mengingatnya.

Malangnya, harapan itu langsung sirna seperti tunas yang tidak pernah tumbuh musim gugur.  Ayahnya menatapnya tajam dengan suara dingin dan mengintimidasi ia berkata sesuatu yang tidak akan pernah dilupakan Mikael seumur hidupnya. “Satu lagi, aku tidak pernah memberimu mainan atau hadiah lain!”

Pernyataan itu bagai kutukan kematian. Sejak hari itu Mikael tahu ayahnya tidak mengabaikannya tetapi juga sangat membencinya. Mikael tidak pernah merasakan emosi gelap sepekat ini. Dada Mikael bergemuruh, napasnya tercekat dan jantungnya berdentam-dentam secara berlebihan. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Mikael mengalami serangan panik.

Yang terakhir Mikael ingat hari itu, ia terbangun dalam pelukan ibunya yang entah kenapa bercucuran air mata. “Maafkan Ibu, Mikael. Maafkan Ibu,” gumam ibunya dengan suara bergetar, seolah-olah semuanya ini adalah kesalahannya, bukan dirinya. Namun dalam hati kecilnya, Mikael tahu jika semua ini juga bukan kesalahan ibunya, melainkan ayahnya.

Sejak hari itu Mikael berjanji tidak akan pernah memedulikan ayahnya. Racun yang sangat mematikan untuknya, juga ibunya. Mikael melihat cinta ibunya pada ayahnya seperti obsesi yang menyedihkan. Bagaimana mungkin seseorang masih mencintai orang yang telah menyakitinya setiap ada kesempatan?

Mikael bersumpah mengambil langkah yang berbeda dengan ibunya. Ia tidak akan memerlukan ayah kandungnya. Rasa putus asa itu kini menjadi benci sebelum tumbuh menjadi dendam yang mengakar kuat di hatinya.

“Aku tidak membiarkan Rafael mendapatkan posisi itu dengan mudah. Tidak ketika aku masih hidup, akan kubuat ia hancur sebagaimana ayah menghancurkan ibuku,” ucap Mikael menggeram lalu beranjak pergi.


***

PART 1 << TABLE OF CONTENTS >> PART 3

Download lengkap cerita ini di googlePLAY

https://play.google.com/store/books/details?id=drJVDwAAQBAJ

#cerita #romance #novel #noveldigital #kisahcinta #novelindonesia #bukudigital #bukanbajakan #wattpad #wattpadindonesia #wattpadrekomendasi #story #love #novelmurah #novelmurahindonesia #pernikahan #pertunangan #bunuhdiri #cintasejati #drama #18+ #kisahcintaindonesia #pertunangan #roman #CEO #billionare #Sexy

Senin, 23 Juli 2018

Losing the red string


Judul: Losing the red string
Pengarang: whiteghostwriter
Penerbit : wattpad, GooglePlay, blogger whiteghostwriter
Ukuran : 14 x 20 cm
Harga : Gratis




Sinopsis
Erika percaya pasangan yang terikat oleh benang merah akan ditakdirkan bersatu walaupun dalam keadaan yang tidak masuk di akal dan benang merah yang tidak akan pernah terputus itu selalu dapat menemukan jalannya.

Namun bagaimana jika benang takdirnya terikat dengan calon tunangan kakaknya?

Akankah takdir menemukan jalannya dan mempersatukan mereka?

Table of Contents
Part 3
Part 4 (end)
Miliki Losing the red string secara gratis di GooglePlay book dengan klik di sini

Minggu, 22 Juli 2018

Losing the red string (02)





Download untuk cerita lengkapnya:
https://play.google.com/store/books/details?id=AedlDwAAQBAJ


PART 2

Suatu siang di hari minggu setelah dua tahun rencana pertunangan Kak Erina batal, takdir menuntunku ke tempat lain.

"Eri... ka?" 

Sapa seseorang memanggil namaku tetapi terdengar sedikit ragu.

Aku mengenali suara itu, suara rendah dari pria berkulit kuning langsat dengan postur tubuh tinggi tersebut. Mendengar suara yang selalu kudambakan itu aku pun membalikkan badan. 

Ternyata benar. Dugaanku tidak salah. Pemilik suara tersebut adalah Darius Salim.

"Kak Darius!" seruku memekik senang dan mungkin sedikit berlebihan.

Bukan salahku jika aku histeris kegirangan karena aku bertemu dengan pria yang selama ini diam-diam menjadi pangeran dalam mimpiku. Pangeran berkuda putih dengan senyum menawan dalam bunga tidurku. Dan, tentu saja ini sungguh kejutan yang luar biasa.

"Long time no see... terakhir kita bertemu dua bulan lalu, kan?" tanya Kak Darius sambil menggaruk tengkuknya dan dari gestur tersebut Kak Darius terlihat canggung.

Dua bulan lalu secara mengejutkan, aku dan mantan calon tunangan Kak Erina tidak sengaja bertemu di bandara Suvarnabhumi setelah aku menghadiri international conference di Bangkok, Thailand. 

Kami mengobrol sebentar karena pesawatku sudah akan boarding sehingga kali ini aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku saat bertemu dengannya kembali secara kebetulan, seolah benang takdir menunjukkan jalannya—atau itulah harapan terbesarku.

Sejak bertemu dengannya dua tahun lalu aku selalu berpikir mungkin kami berjodoh karena aku tidak pernah mengalami ketertarikan berlebihan seperti ini. Harus kuakui mungkin aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Kak Darius.

"Kak Darius sendirian?" tanyaku sambil menatap troli yang hampir penuh dengan barang-barang belanjaan rumah tangga.

Aku harus menelan pil kekecewaan. Belanjaan tersebut tidak seperti belanjaan seorang pria lajang. 

Mungkinkah dia belanja dengan wanita yang kemungkinan adalah kekasihnya?

"Aku tidak sendirian, ini semua belanjaan ibuku."

Oh, untung bersama ibunya. Bukan kekasihnya. 

Aku mendesah lega karena mendapati sosok yang kukira pasangannya itu ternyata ibunya. Aku tidak tahu kabar terakhir Kak Darius setelah pertemuan terakhir di Suvarnabhumi tersebut.

Pertemuan yang secara kebetulan terjadi di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di mall yang ada di Jakarta Selatan itu pun berlanjut dengan makan siang.

"Apa kesibukan Erika saat ini?" tanya Ibu Kak Darius, Tante Dyah.

Wanita itu sangat cantik di usia yang sudah tidak muda lagi. Sepertinya ketampanan Kak Darius diwarisi dari ibunya.

"Er... Erika masih sibuk dengan kuliah S2. Semester depan Insya Allah lulus."

"Tante kira Erika masih S1 loh, kecil-kecil ternyata udah S2. Habis lulus S2, Erika langsung bekerja atau," kata Tante Dyah sambil melirik wajah Kak Darius, "menikah?"

Kak Darius menatap tajam mata mamanya dan aku hanya menjawabnya dengan senyum. 

"Erika belum tahu, Tante. Dosen Erika menyarankan Erika mengambil kesempatan beasiswa ke Jerman saat Erika bilang ingin menjadi dosen," jelasku yang diiringi dengan senyum makam di wajah Tante Dyah.

Tante Dyah berpikir sejenak, "Hmm... dosen? Seperti almarhum ayahmu?"
Aku mengangguk pelan, mengiyakan. 

"Tante senang melihat kalian berdua, kamu dan kakakmu, yang memilih sebagai wanita karir dan pendidikan. Tidak seperti dua adik Darius yang memilih menikah muda karena tidak mau melanjutkan studi dan berkarir." 

Suara itu diiringi desahan pelan bernada kecewa kemudian mengajukan pertanyaan yang membuatku hampir menyemburkan minuman.

"Apa Erika masih single? Mau nggak sama Darius?" tanya Tante Dyah yang membuat Kak Darius menggelengkan kepala, tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya.

Aku berusaha mengendalikan degup jantung dan ekspresi wajahku yang mungkin terlihat sangat senang secara berlebihan.

 Tentu saja aku bersedia!

Namun seringai lebar yang kutahan mati-matian itu seketika menghilang saat kulirik wajah Kak Darius tampak tidak tertarik dan menunjukkan ekspresi terganggu. Aku tahu Kak Darius tidak pernah tertarik denganku. Ia hanya tertarik dengan Kak Erin yang cantik dan supel. Bukan orang pendiam dan canggung sepertiku.

Takdir kembali menemukan jalannya. Secara kebetulan, aku bertemu Tante Dyah di salah satu butik langganan Kak Erina ketika Kak Erina memintaku mengambilkan gaun malam pesanannya.

 Tante Dyah lalu mengajakku makan malam dan menanyakan bagaimana pendapatku mengenai Kak Darius secara blak-blakan. Sepertinya Tante Dyah ingin menjodohkan salah satu putri almarhum Papa dengan anaknya.

Setelah mendengar jawabanku yang secara jujur mengatakan ketertarikanku pada putranya, Tante Dyah selalu memberiku kesempatan untuk mendekatkan hubunganku dengan Kak Darius. 

Akhirnya, dengan berbagai usaha Tante Dyah resmi menjadi calon ibu mertuaku dua bulan kemudian.



Losing the red string (01)





Bagian 1

Aku percaya pasangan yang terikat oleh benang merah akan ditakdirkan bersatu walaupun dalam keadaan yang tidak masuk di akal. Benang merah yang tidak akan pernah terputus itu selalu dapat menemukan jalannya.

"Gimana dia ganteng, kan? Kamu tertarik sama dia kan?" tanya Mama antusias setelah kami bertiga masuk ke dalam mobil usai makan malam di sebuah rumah besar bergaya klasik dan tradisional.

Sayangnya, pertanyaan Mama tidak ditujukan kepadaku, melainkan kakakku, Erina Fahisha.

"Ganteng sih ganteng, Ma. Tapi Erin udah bilangkan kalau Erin nggak mau dijodohin." Kak Erina menggerutu.

Mama kembali menjodohkannya dengan salah satu teman arisannya. Sejak menginjak usia dua puluh tujuh tahun Mama memang semakin gencar menjodohkan Kak Erin dengan kenalan atau pun anak-anak kenalannya. Mama selalu mencemaskan Kak Erin yang tidak pernah bertahan lama dalam menjalin asmara.

"Kenapa bukan Rika saja yang dijodohin sama dia?" tanya Kak Erina lalu mengalihkan pandangannya kepadaku.

Aku hanya memutar bola mata. Tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Kak Erina. Melihat reaksiku, Mama menatapku curiga bak penyelidik yang meneliti ekspresi tersangka untuk menyingkap sesuatu yang disembunyikan.

"Kamu suka dia, Rika?" tanya Mama setelah terdiam lama dan memasang wajah terkejut.

Mama dan Kak Erina memang pandai membaca ekspresi wajahku terlebih saat rona merah mulai menjalar dan menghangatkan wajahku.

"Ya Tuhan... Apa yang harus Mama lakukan?!" Mama mendesah napas karena menyadari kerumitan masalah yang aku timbulkan. "Kenapa kamu harus jatuh cinta pada calon kakak iparmu?!"

Dari awal Kak Erina memang menolak perjodohan ini dan lebih memilih mengejar karir sebagai editor majalah wanita daripada membina rumah tangga. Namun Mama bersikeras mengenalkan Kak Erina dengan anak sahabat baik Mama, Darius Salim, seorang copilot dari maspakai luar negeri.

"Mama dan Kak Erin nggak usah khawatir karena aku hanya tertarik untuk sesaat," elakku setelah melihat wajah frustrasi Mama.

"Meskipun Erika beneran tertarik sama Darius, Kakak nggak ada masalah. Toh, sejak awal Kakak udah niat membatalkan perjodohan ini," jelas Kak Erin sambil tersenyum kecil untuk menenangkan kecemasanku.

Mama hanya mematung karena sibuk dengan pikirannya sendiri sebelum mengambil kemudi dan mengendarai mobil hitam kami melewati jalanan Kota Jakarta.

Setelah hampir satu bulan Mama mendesak Kak Erina untuk menjalin hubungan dengan Kak Darius tidak membuahkan hasil, rencana pertunangan Kak Erina dan Kak Darius pun batal. Kedua orang itu sibuk dengan impian mereka masing-masing. Dan, Mama hanya bisa mendesah napas kecewa.




Link for cerita lengkap:
https://play.google.com/store/books/details?id=AedlDwAAQBAJ

#pernikahan #perjodohan #cerita #cerpen #romance #mahasiswa #Googleplay #ebook #bukudigital #bukuelektronik #novel #novelindonesia #novelmurah #novelromance #sad #sedih #dotinglover #cinta

Let me have your baby (01)



PART 1


Ruang 4x6 meter itu bernuansa klasik. Langit-langit kayu digarap sedemikian rupa hingga membentuk bingkai persegi dengan sisi dikelilingi ukiran geometri yang rumit. Dindingnya dibalut european damask wallpaper, senada dengan warna pinggiran lantai beralas karpet cokelat muda. Meja dan kursi utama diapit dua rak kayu yang penuh buku. Sisa ruangan itu diisi jendela besar bertirai panjang yang menyuguhkan pemandangan Jakarta, sofa empuk dan meja dengan beberapa kursi untuk diskusi di sisi kanan dan kirinya. Namun sungguh disayangkan, seluruh keunikan interior ruang itu tidak pernah menarik perhatian para tamu.

Kebanyakan orang tertunduk dengan wajah pucat di bawah tekanan sang pemilik ruang. Seperti siang ini, pemilik ruang itu menatap tajam bawahannya seperti seekor ular memojokkan tikus kecil yang tiada daya.

"Apa kaubilang? Nenek tua itu akan menambah kandidat CEO dalam RUPS?!" tukas pria bersetelan Armani sambil menggebrak mejanya.

Wanita berambut keriting yang baru saja mengantarkan laporan seketika berkeringat dingin. Jantungnya bertalu-talu seperti terkena godam raksasa.

"Rupanya perawan tua itu berniat untuk menentangku!" lanjut pria itu mengepalkan tangan. 

Pria berpostur tinggi yang terbungkus otot proporsional layaknya patung-patung penguasa Olympus itu menyipitkan mata. "Siapa saja kandidatnya?"

Sekretaris baru tersebut terdiam sejenak lalu menjawab dengan suara lirih. "Bapak Andi Wiharja, Bapak Januar Winarto, dan Bapak Rafael..."

"Rafael termasuk kandidat?!" potongnya sengit.

"Presiden komisaris memutuskan Bapak Rafael ikut pemilihan CEO," tambah sekretaris itu dalam satu tarikan napas.

Pria yang selalu tampil rapi dengan rambut disisir ke belakang itu terdiam sejenak sebelum mengalihkan perhatiannya. 

"Kenapa kau masih di sini?!"

Dengan tergesa-gesa sekretaris tersebut pamit meninggalkan ruangan. Hatinya bersorak gembira. Berakhir sudah ketegangan neraka pada ruang utama Trevis Tower. Namun dugaannya salah, api neraka belum sepenuhnya padam. Suasana berubah mencekam. Raja iblis penguasa PT. Sun Bangun—anak perusahaan Sun Holding Group (SHG) di sektor properti dan real estate—mengaum, mengumpat dengan deretan nama binatang dan kata-kata yang tidak pernah diucapkan manusia beradab.

Mikael Trevis memang dikenal pria berdarah panas dan bertemperamental. Bagai kayu kering yang dilalap api, sudah menjadi rahasia umum, emosi pria tersebut mudah terbakar sehingga tidak mengherankan Mikael memiliki julukan The Mighty Lucifer.

"Berengsek! Nenek bau tanah itu menyerangku!" sumpah serapah terdengar sampai di ruang sekretaris dan asisten pribadi Mikael.

"Untung saja aku keluar," gumam sekretaris bernama Janetta tersebut sambil menghela napas lega.

Laki-laki bernama Deryl yang satu ruangan dengan Janetta tersenyum masam. 

"Kemarahan ini belum ada apa-apanya dibanding satu tahun lalu ketika Pak Mikael kalah dalam tender besarnya."

Janetta terkejut mendengar penuturan asisten pribadi Mikael tersebut. Setengah takjub Deryl bisa bertahan menghadapi The Mighty Lucifer selama itu. Deryl duduk di tempatnya ketika Janetta mencoba menggali informasi pribadi bos besarnya.

"Sudah berapa lama Bapak jadi asisten pribadi Pak Mikael?"

"Lima tahun," jawabnya pendek.

"Kenapa Pak Mikael meledak ketika mendengar Pak Rafael menjadi saingannya?"

"Pak Rafael adalah kakak Pak Mikael, sudah menjadi rahasia perusahaan kalau mereka terlibat perang dingin."

"Bapak tahu banyak mengenai keluarga pemilik perusahaan." Deryl membalasnya dengan senyum simpul. "Hmm... jadi Pak Rafael itu si anak Cinderella."

Deryl mengerutkan alis. "Anak Cinderella?"

"Iya, Cinderella's son. Aku dengar anak pertama pemilik perusahaan anak lahir biasa, bukan perkawinan politik."

"Gosip tidak sepenuhnya benar."

"Apa maksudnya?"

"Pemegang saham terbesar yang juga menjabat presiden komisaris Sun Semen, induk perusahaan ini, adalah bibi Pak Mikael dan Pak Rafael. Beliau tidak menikah dan tidak memiliki keturunan."

"Jadi, nasib perusahaan ada di tangan dua pangeran..." Janetta menggumam pada dirinya sendiri, "... tapi kudengar komisaris lebih memilih putra pertama, seperti putra mahkota yang dipilih dari anak pertama."

"Tapi kenyataannya tidak semudah itu. Walaupun Pak Rafael cakap dan memiliki kemampuan bisnis yang tidak kalah dengan Pak Mikael, Pak Rafael memiliki satu kekurangan besar."

"Apa itu?" tanya Janetta tak mengerti.

"Pengaruh. Pak Rafael tidak memiliki cukup sokongan dan pengaruh menjadi pewaris perusahaan. Berbeda dengan Pak Mikael yang memiliki pengaruh besar karena lahir di keluarga konglomerat walaupun ia juga terkenal bertabiat buruk."

"Jadi... dipastikan Pak Mikael menjadi pewaris?"


Deryl mengangkat bahu, tidak yakin.

"Entahlah, karena tunangan Pak Rafael sekarang putri salah satu dewan dereksi yang cukup berpengaruh."

***

PROLOG << TABLE OF CONTENTS >> PART 2


Download lengkap cerita ini di googlePLAY

https://play.google.com/store/books/details?id=drJVDwAAQBAJ

#cerita #romance #novel #noveldigital #kisahcinta #novelindonesia #bukudigital #bukanbajakan #wattpad #wattpadindonesia #wattpadrekomendasi #story #love #novelmurah #novelmurahindonesia #pernikahan #pertunangan #bunuhdiri #cintasejati #drama #18+ #kisahcintaindonesia #pertunangan #roman